Ide dan praktik atau keterampilan coaching sebenarnya sudah muncul sejak lahirnya sejarah manusia. Sebagai contoh: seorang ibu yang mengajari anaknya menggunakan sendok dan garpu saat makan; seorang ayah yang pekerjaan sehari-harinya tukang kayu mengajari anak lelakinya memotong kayu dan menggergajinya; seorang guru yang mengajarkan matematika kepada para murid di sekolah; seorang guru les yang menolong seorang murid agar mendapatkan nilai yang bagus di sekolahnya, seorang guru olah-raga yang mengajarkan para muridnya renang, bermain tenis, bermain sepakbola; seorang pendeta yang memberi pelajaran katekisasi kepada calon baptis atau sidi, dan lain sebagainya. Tidak heran coaching bisa ditemukan di mana saja: di rumah, di sekolah, di gereja, di kantor, di pasar, di tempat pameran, di toko, di tempat-tempat lainnya.
Ide “coaching”, menurut peneliti Erik de Haan, berasal dari sebuah bentuk transpor berupa kendaraan kayu/besi yang ditarik oleh seekor kuda di abad ke-15 – yang dari situ diaplikasikan ke dunia pendidikan. Alat transpor itu adalah simbol yang dipakai untuk menjelaskan seorang coach yang membawa orang-orang ke “tempat” yang mereka inginkan. Tempat yang dimaksud bisa berarti berbagai hal, misalnya: sasaran, cita-cita, impian, potensi, kekuatan maksimum, solusi, tujuan hidup, dan lain sebagainya.
Kata “coach” berasal dari tahun 1610an yang arti harfiahnya “membawa” atau “mengangkut” sesuatu atau seseorang di dalam sebuah coach (alat transpor), yang memiliki arti aplikatif, misalnya dalam memersiapkan seseorang untuk menghadapi ujian. Menurut Wikipedia, sebuah kamus online di internet, istilah “coaching” dipakai untuk pertama-kalinya di sekitar tahun 1830 yang menunjuk kepada seorang instruktur atau pelatih (trainer). Pada waktu itu, istilah tersebut merupakan ungkapan sehari hari yang sudah lazim digunakan untuk menggambarkan seorang guru atau tutor, yang “membawa” (menolong atau memberi les pelajaran kepada) seorang siswa, agar dia bisa menghadapi sebuah ujian. Penggunaan kata itu, yang berkaitan dengan olah-raga, pertama kali dipakai di tahun 1831. Kata coach dijadikan kata kerja di tahun 1849. Kamus Merriam-Webster online, mencantumkan kata kerja “coach” dengan arti: to train intensively (as by instruction and demonstration), yang diterjemahkan menjadi “melatih” secara intensif dengan pemberian instruksi dan demonstrasi.
Kata coaching itu sendiri memiliki arti yang beragam, dan terus berevolusi sejalan dengan bergeraknya waktu, dan dari zaman ke zaman, sebab coaching dapat dihubungkan dengan segala jenis aktivitas, pekerjaan, bidang studi, bidang karier, dan bidang-bidang lainnya. Coaching, sebagai alat, berfungsi secara variatif menurut keperluan dengan metode yang beragam pula. Oleh sebab itu, pengertian dan konsep coaching seringkali tumpang-tindih dengan konsep-konsep seperti: mentoring, teaching, counseling, consulting, bahkan curing atau theraphy.
Sejarah evolusi coaching cukup menarik. Ditelusuri oleh Joseph O’Conner, Andrea Lages dan kawan-kawannya. Dalam buku mereka yang berjudul “How Coaching Works”, penelusuran dimulai dengan cikal-bakal coaching. Sederhananya, coaching itu bagaikan sebuah penyebaran. Misalnya jika seseorang mendengarkan sebuah lagu atau musik, dia menyukainya dan menyanyikannya lalu memengaruhi orang lain lagi, sehingga orang itu juga senang dengan lagu yang didengarnya. Demikianlah lagu itu merambat ke mana-mana, dikuasai dan dinyanyikan. Lagu itu bisa secara langsung maupun tidak langsung diajarkan, namun jelas melalui sebuah proses transfer dari satu sumber ke objek tertentu. Objek tersebut kemudian menjadi sumber baru, yang disadari maupun tidak disadari, mentransfer apa yang dia terima ke sekeliling dirinya. Begitulah seterusnya terjadi. Pola itu kemudian disadari di dalam dunia olah-raga, misalnya di mana seorang pelatih (coach) sepakbola memindahkan ilmu sambil mengajarkan bagaimana caranya bermain sepakbola kepada anak-anak didik di sebuah sekolah sepakbola.
Di Amerika Serikat pada tahun 1974an, ada seorang pelatih tenis terkenal bernama Timothy Gallway. Gallway adalah lulusan Harvard University bidang Literatur Inggris, namun juga menjadi seorang kapten tim tenis kampus. Di kemudian hari, dia menjadi seorang pelatih tenis bagi tim tenis dari Esalen Institute. Buku terkenalnya berjudul The Inner Game of Work, The Inner Game of Golf dan The Inner Game of Music, pernah diterbitkan dan terjual sangat laku. Pada intinya, dia berbicara tentang 2 tantangan yang dihadapi seorang pemain tenis. Yang pertama adalah musuh mainnya, yang kedua adalah dirinya sendiri. Musuh mainnya perlu dipelajari kelebihan dan kelemahannya, lalu menyusun strategi bertanding supaya dia dikalahkan atau ditaklukkan. Dirinya sendiri adalah faktor yang penting. Bila mental diri seorang pemain lemah dan gampang menyerah, dianggap hal itu bisa membawa kekalahan; hal sebaliknya akan terjadi, bila mentalnya positif dan tangguh. Singkatnya, kalah atau menangnya sang pemain tenis dalam sebuah kejuaraan, bergantung dari mental di dalam diri sendiri si pemain. Pemikiran Gallway memengaruhi publik Amerika Serikat sampai ke dunia pendidikan.
Esalen Institute pada waktu itu merupakan pusat terpenting dalam bidang psikologi humanis dan studi antar disiplin ilmu. Di sini jugalah – sampai dengan sekarang – tempatnya bagi gerakan potensi manusia (human potential movement) yang dilahirkan pada tahun 1962 oleh Michael Murphy dan Dick Price. Guru-guru yang pernah mengajar di Esalen termasuk di antaranya: Aldous Huxley, Abraham Maslow, Carl Rogers dan B.F. Skinner. Guru-guru penting yang sangat berpengaruh dalam bidang neurolinguistic programming (NLP) seperti: Fritz Peris, Virginia Satir, dan Gregory Bateson juga mengajar di Esalen. Ada lagi orang-orang ternama seperti: Richard Feynman, Moshe Feldenkrais, Joseph Campbell, Carlos Casteneda, Firtjof Capra, Deepak Chopra dan Bob Dylan yang merupakan alumni institut ini. Di tahun 1971, Werner Erhard melahirkan EST training di Esalen. Est adalah kata Latin yang artinya “begitulah”. Modul training yang dikemas Erhard dikenal sebagai EST, kependekan dari Est Standard Training. Pelatihan yang berdurasi 60 jam ini dimaksudkan agar setiap peserta kelas dapat mencapai – dalam waktu singkat – kesadaran akan transformasi dan kemampuan/kekuatan diri. Selain ini, kursus pelatihan EST mengajarkan nilai suatu integritas dan soal tanggung-jawab yang harus dipikul oleh seseorang, dan tanggung-jawabnya terhadap orang lain. Kelas pelatihan ini berlangsung sampai dengan akhir 1984. Pada intinya, Erhard mengajarkan ide-ide dan pendekatan bagi pengembangan diri. Ide ini sangat penting pada masa itu dan terkenal dengan semboyan: “Create your future from your future, not your past.” Bukan sebuah kebetulan ternyata Timothy Gallway adalah murid tenis dari Erhard, sang pelatih tenis juga. Tapi Erhard tidak lebih penting sumbangsihnya dalam dunia coaching dibandingkan dengan Thomas Leonard.
Leonard berargumen bahwa dirinyalah yang paling banyak berkontribusi dalam menemukan disiplin ilmu coaching. Dia pernah menjabat direktur pada sebuah instansi pemerintah Amerika Serikat, yang kemudian hari banyak berkecimpung dalam melakukan pelatihan-pelatihan motivasi. Leonard sangat berminat untuk melatih individu-individu ketimbang kelompok. Dia terbeban untuk melatih orang-orang satu-demi-satu, muka-dengan-muka, membantu mereka boleh menjadi manusia yang lebih baik. Dalam upaya menolong orang-orang, dia menggunakan berbagai pengetahuan psikologi. Dan dari eksperimen dia sebuah metodologi coaching mulai terbentuk. Di tahun 1988, Leonard mulai mengajar kursus dengan topik “Mendesain Kehidupan Anda” dan berhasil memulai sebuah lembaga yang bernama College for Life Planning – pusat belajar untuk perencanaan hidup di tahun 1989.
Coaching terus berkembang di tahun 1990 – sebuah pengajaran yang dibangun atas dasar riset ilmiah namun dari pengalaman praktis tentang perencanaan kehidupan (life planning). Perkembangan coaching terutama terjadi di Amerika Serikat – melalui mulut-ke-mulut. Karena Leonard adalah seorang pemikir analisis dan ulung, ia pada akhirnya mengembangkan coaching sebagai sebuah disiplin ilmu yang didasarkan pada teori-teori 4 6 penemuan kreatifnya. Di tahun 1994 Leonard membentuk International Coach Federation (ICF). ICF di kemudian hari, berkembang menjadi sebuah lembaga asosiasi yang memayungi para coach profesional di seluruh dunia. Dari ICF, bermunculan lembaga-lembaga sejenis yang membantu mengembangkan coaching sebagai salah satu cara untuk menolong orang merencanakan hidup, memecahkan persoalan, dan belajar menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pengembangan diri.
Pelatihan-pelatihan keterampilan meng-coach juga sudah dibuatkan standarnya, walaupun belum ada standar baku yang dapat diakui secara universal. Di kalangan Kekristenan, misalnya, telah hadir Institute of Theology & Christian Therapy (ITCT) yang memiliki panduan standar etis bagaimana membuka dan menjalankan kelas-kelas pelatihan coaching. Bahkan sekarang ini ITCT telah mengeluarkan sebuah program pelatihan coaching yang bersertifikasi secara profesional bagi orang Kristen dan hamba Tuhan yang bergerak di bidang pastoral (penggembalaan).
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, secara historis perkembangan coaching telah memengaruhi ke berbagai bidang studi mulai dari bidang olah-raga, psikologi, manajemen, sosial (termasuk keagamaan, hubungan/relasi manusia) sampai ke dunia bisnis dan industri. Di bidang bisnis saja, coaching sudah diperkenalkan dan dipakai secara massal dan sangat diminati.
Dari sumber di internet terdapat data statistik sebagai berikut:

  • Pengeluaran tahunan untuk business coaching di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 1 juta dolar – Harvard Business Review, November 2004.
  • Pemakaian business coaching di Inggris (United Kingdom) sangat tersebar – dengan hampir 9 dari 10 responden melaporkan bahwa mereka sekarang sudah menggunakan coaching di dalam organisasi mereka (88%) – University of Bristol Newsletter, 2005.
  • Institut Manajemen Australia mengatakan 70% perusahaan-perusahaan anggotanya mempekerjakan para coach untuk melakukan business coaching – Inside Business Channel 2, July 2006.
  • Hasil dari sebuah studi terbaru memperkirakan adanya 40.000 orang di Amerika Serikat yang bekerja sebagai business coach atau life coach, dan pasaran business coaching senilai 2,4 juta dolar kini bertumbuh kira-kira 18% setiap tahunnya – Market Data Report tahun 2007.
  • Coaching adalah profesi yang pertumbuhannya di urutan ke-2 tercepat di dunia setelah teknologi informasi – National Post, April 2007.

Dari sejarah dan perkembangan coaching yang begitu nyata dan pesat di planet bumi kita ini, beberapa hal menjadi jelas bagi kita, antara lain: pertama, coaching – apapun definisinya merupakan aktifitas dasar setiap komunitas manusia; ke dua, coaching menolong orang-orang lain belajar dan bertumbuh ke arah yang lebih bagus; ke tiga, coaching bisa dilakukan oleh hampir semua orang dengan beberapa perkecualian, misalnya: coaching tidak dapat dipraktikkan terhadap orang-orang yang sedang menderita cacat mental, atau orang-orang sedang di tempatkan di suatu lokasi di mana mereka tidak bisa berhubungan dengan orang lain di luar lokasi tersebut, dan lain sebagainya; ke empat, coaching semakin dirasakan manfaatnya dari hari ke hari tanpa henti; ke lima, coaching menyukakan baik dari sisi sang coach maupun dari sisi coachee; ke enam, khususnya dari sisi pemahaman iman Kristen, coaching tidak bertentangan dengan prinsip Firman Tuhan di wilayah seperti misalnya: visi, pengembangan potensi ilahi, pencapaian sasaran untuk kemuliaan-Nya, penyelesaian persoalan menurut cara Tuhan.
Untuk memahami lebih mendalam tentang anatomi coaching, kita harus berangkat ke terminologi coaching, dan bagaimana coaching merupakan sebuah pendekatan yang unik dalam upaya pemberian bantuan atau bimbingan, baik untuk peningkatan dan pengembangan diri manusia secara individual (life coaching), maupun untuk hal-hal yang lebih luas lagi.